Rabu, 12 Oktober 2011

Masa Kecil Gus Dur


BAPAK BANGSA: K.H. Abdurrahman Wahid
Kiai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dengan panggilan Gus Dur merupakan seorang tokoh yang fenomenal di negeri ini. Beliau lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940. Putra pertama dari pasangan Wachid Hasyim dan Solichah terlahir dengan nama Abdurrahman Ad Dakhil. Ad Dakhil berarti sang penakluk. Karena satu alasan, nama Ad Dakhil diganti dengan Wahid.
Di kalangan Nahdlatul Ulama’ (NU), Gus Dur dianggap memiliki darah biru. Kakeknya dari jalur ayah adalah Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi NU. Sedangkan dari jalur ibu adalah adalah cucu dari K.H. Bisri Syansuri, Rais Aam Pengurus Besar (PB) NU (1972 – 1980).
Pada tahun 1944, Gus Dur harus pindah dari Jombang ke Jakarta karena mengikuti ayahnya yang saat itu terpilih menjadi Ketua Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Setelah proklamasi kemerdekaan, dia kembali lagi ke Jombang. Pada saat ayahnya, Wachid Hasyim, ditunjuk menjadi Menteri Agama pada 1949, Gus Dur pindah lagi ke Jakarta. Kemudian dia masuk ke SD KRIS sebelum akhirnya pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur terus tinggal di Jakarta bersama keluarganya hingga ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan pada tahun 1953.
Setamat dari pendidikan dasar, Gus Dur melanjutkan pendidikan menengah pertamanya di Yogyakarta, sambil mondok di Krapyak di bawah asuhan K.H. Ali Maksum. Semasa tinggal di Yogya, dia tidak hanya belajar tentang ilmu agama. Berbagai disiplin ilmu, terutama bahasa, ia pelajari. Bahkan, dia juga telah membaca Das Kapitalnya Karl Marx.
              Setelah menamatkan pendidikan SMP-nya, Gus Dur lalu melanjutkannya ke Pendidikan Muslim di Pondok Tegalrejo, Magelang. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya. (Diolah dari berbagai sumber) (Mr. Cula)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar